Saturday, January 15, 2005

Sosial: Generous?

Ketika sumbangan untuk para Kurban Tsunami ditagih, dan pernyataan besarnya sumbangan pertama digugat karena dianggap terlalu "stingy"
Presiden USA dan para politikus mengklaim bangsa Amerika itu generous, retorika ini juga disetujui oleh sebagian besar bangsa yang mewah ini. Media mengartikulasikanya. Terciptalah kesadaran dan bahkan keyakinan umum bahwa mereka memang generous. "Simak reccord kami!", demikian seolah-olah tutur mereka.

Tetapi apakah memang demikian?
-Apa yang akan terjadi jika mereka tidak menyumbang, dan tetap menumpuk kekayaan mereka di kotak?
-Apakah mereka sungguh menyumbang, dan bukan sekedar mendestribusikan kembali (redistribute) apa yang mereka raup, akibat tatanan dunia yang tidak adil. Tatanan dunia yang ibarat mesin menyedot semua kekayaan ke kantung mereka (negara-negara kaya)?
-Bukankah sumbangan itu sekedar mekanisme untuk menjaga keseimbangan kehidupan, dengan cara membuang limbah-limbah kekayaan itu, sehingga tatanan dunia yang kayak mesin penyedot itu tetap berjalan dan tidak digugat oleh kehidupan?..............bukankah ketika kantung sebuah mesin itu terlalu penuh...dan tidak ada mekanisme untuk membatasi apa yang mampu diwadahi kapasitas daya tampung, maka kantung itu akan meledak?

Gugatan-gugatan tersebut perlu dibahasakan secara ilmiah supaya didengar wibawanya. Tetapi memang demikian, ketika jargon-jargon "kita memang generous" sudah menggumpal menjadi kesadaran sosial sebuah komunitas, maka kepekaan untuk menjelajah kebenaran yang lebih benar, bahwa tatanan sosial dunia itu tidak adil, menjadi sepi dan tidak lagi menjadi pertanyaan dan keresahan sosial.

Dan kita semua terjebak dalam arus dunia jargon dan retorika.

Nang, Chicago..............