Friday, December 30, 2005

Kaki Kaki Telanjang

Selalu kusambut dengan wajah berbinar setiap kali Mentari memamerkan tangkapan digenggamanya. Selalu ada yang ia pamerkan. Membikin tersenyum atau tercengang. Belalang. Kupu. Capung. Bunga ilalang. Pasir. Kadang dia sudah menyisipkan bunga bakung atau melati di telinganya. Sembari tersenyum memamerkan keelokanya. Dia tahu bahwa aku selalu takjub dan mampu penangkap kemolekanya.

Mentari suka tampil sebagai gadis kecil. Mungil.Molek. Anggun.Lincah. Bebas lepas. Santun. Terpancar jernih dan bening jiwa. Kaki kaki mungil telanjang bercengkerama dengan rumput2. Tak hendak letih. Mentari suka menghirup udara bebas segar. Semesta adalah areal mainya. Langit adalah batas jangkauanya. Sepasang kaki telanjang, tak pernah usai menggeliat. Menari. Menikmati kebebasan. Mengurai keingintahuan. Menapaki kedalaman. Menjelajah kuntum-kuntum keindahan. Mencengangi kebaruan. Meng"hening-i" relung-relung misteri.

Mentari gemar menjelajah. Mampu menggeliat dari lapisan kelopak- kelopak keterbatasan. Kelopak pengetahuan. Kelopak kesadaran. Kelopak horizon. Kelopak kerangka hati. Kelopak afeksi dan keterikatan. Baginya, yang terpenting bukan sekedar melewati lapisan lapisan kelopak itu; tetapi mengenali detail ruas-ruas struktur kelopak itu. Karena dengan mengenali ruas-ruas struktur kelopak itu, dia mampu menahkodai hidupnya, memenangkan kehidupan. Kadang dia tak peduli dengan senyum dan pelototan sinis ruang dan waktu.

Seperti biasa Mentari akan datang lagi. Kusambut dengan kerelaan bahwa ia akan beranjak lagi meneguk kebebasan. Entah sampai kapan. Tak perlu kuikat dengan utas tali atau apapun. Karena setiap utas akan teretas, dan menghambarkan manisnya misteri ini.

Chicago, 30 Desember 2005

Saturday, December 24, 2005

What do I celebrate?

What do I celebrate?
Love? Do I really care about it?
Redemption? Do I really need it?
Transformation? Do I mind its effect?
Reconcilliation? Di I know exactly what are supposed to be reconcilled?
The only languge of mine is a gesture

Friday, December 23, 2005

Hanya kedalaman

bukan untuk pertama kali dinding-dinding dan dingin menemaniku,
ketika adaku tergolek terasing dari ada ada yang lain.
kutoleh kedalaman, sekedar untuk menghitung seandainya ada yang tersisa
nafasku membuat adaku masih menggeliat
mata hati dan kebiasaan menghitung samar-samar menawarkan kejora

esok sebuah misteri dikenang, dirayakan
mungkin hanya satu dua yang sungguh merayakan
di tengah laksa jiwa jiwa yang mulai mengering
bak ilalang2 yang hanya mampu mengibaskan tubuh mereka
membahasakan detak-detak kerinduan yang terhimpit, tersisa

wahai mentari, wahai surya, wahai kehidupan
apakah cukup menyalahkan ilalang-ilalang yang semakin mengering itu?
apakah cukup menanti mereka bertunas dan menghijau lagi
mengapa tidak kau kirim hujan?
mengapa tak kau hampiri kami dengan tanda?
Bagitu mahalkan sebuah tanda yang jelas?

..Philly...23 dec...

Saturday, December 17, 2005

Mentariku

pagi masih pulas
mentari terlelap dalam mimpinya
hening pagi merengkuh semesta

tapi mentari yang bersemayam di relung hati
menahkodaiku untuk bercecit
menorehkan kisah-kisah suka, bukan duka...

mentari yang terus menyapaku dengan kerling dan senyum
mentari yang senantiasa menawarkan kehangatan dan energi
mentari yang mengajaku melihat kehidupan sebagai cerah
mentari yang menjanjikan bahwa masa depan hanyalah arena untuk tumbuh


*saat mentari merelakanku pergi ke suatu tempat